Selasa, 24 Mei 2016

Bagaimana Perspektif Alkitab Tentang Berbohong Demi Kebaikan?

PERSPEKTIF ALKITAB TENTANG BERBOHONG
DEMI KEBAIKAN

           Dalam bab ketiga ini, penulis menguraikan perspektif Alkitab tentang berbohong demi kebaikan, baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama penulis mengambil dari Kitab-kitab Pentateukh, yaitu kisah tentang Abraham, Ishak, Yakub, Sifra dan Pua. Selain itu dalam Kitab-kitab Sejarah terdapat kisah tentang Rahab, dan kisah Daud. Dalam Perjanjian Baru penulis mengambil kisah Petrus yang menyangkal Tuhan Yesus dan perbandingannya dengan Ananias dan Safira. Penulis juga menguraikan sikap yang seharusnya dilakukan oleh orang percaya dalam menyikapi kasus “berbohong demi kebaikan.”
Kasus Berbohong Demi Kebaikan di dalam Alkitab
              Dalam Perjanjian Lama firman Allah sudah jelas  tertulis bahwa: “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu” (Kel. 20: 16). Dalam ayat tersebut, kata “dusta” diterjemahkan dari bahasa Ibrani yaitu rq,v' (sheger) yang artinya “penipuan, kebohongan, penyangkalan”. Kalimat larangan mengenai “Jangan Mengucapkan Saksi Dusta” selain terdapat dalam Kel. 20:16 terdapat juga di dalam Ul. 5:20;  Mat. 19:18;  Mrk. 10:19;  dan Luk. 18:20. Allah membuat hukum Taurat dengan tujuan supaya bangsa Israel menaati perintah Allah.  Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan.
              Demikian juga orang yang percaya kepada Yesus Kristus merupakan bangsa-bangsa Israel secara rohani, orang yang dipilih oleh Tuhan untuk hidup kudus. Orang yang hidup kudus sudah tentu dilarang untuk bersaksi dusta. Perintah yang sama “Jangan mengucapkan saksi dusta” ditulis berulang-ulang di dalam Alkitab sampai lima kali dengan tujuan ditaati. Orang yang percaya kepada-Nya, tidak boleh membuat pernyataan palsu tentang sifat atau tindakan kepada orang lain. Orang yang percaya harus berbicara secara benar dan jujur tentang semua orang (bd. Im. 19:16; lih. Cat. Yoh. 8:44; cat. 2 Kor. 12:20).
              Pernyataan lain ialah: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Mat. 5:37). Demikian orang yang tidak jujur akan mendapatkan hukuman “..., supaya kamu jangan kena hukuman.” (Yak 5:12). Firman Tuhan melarang orang berbohong, orang yang percaya harus berbicara jujur, tetapi ketika  membaca kisah-kisah dalam Alkitab pembaca akan menemukan bagian-bagian di mana Tuhan masih memuji, atau memberkati orang-orang yang sengaja berbohong demi kebaikan kepada orang lain. Kasus-kasus ini terdapat di Perjanjian Lama, baik di Kitab-kitab Pentateukh, dan Kitab-kitab Sejarah yang diuraikan di bawah ini.
Berbohong dalam Perjanjian Lama
              Sebagai penyataan diri Allah sasaran Perjanjian Lama adalah agar pembaca akan mengenal Allah dengan lebih baik. Sasaran Perjanjian Lama ialah pengenalan akan Allah seharusnya mengubah kehidupan seseorang. Perjanjian Lama harus dilihat sebagai penyajian sifat-sifat Allah dalam perbuatan. Sesudah mengetahui siapa Dia  itu, dan seperti apa Dia, maka tanggapan yang selayaknya adalah penyembahan, komitmen, dan pelayanan. Di dalam Perjanjian Lama ini ada kitab-kitab yang menyiratkan kisah seseorang yang berbohong demi kebaikan. Kisah-kisah ini ditulis dalam Perjanjian Lama, dengan suatu maksud yang hendak diajarkan bagi para pembacanya. Oleh karena itu, penulis memaparkan contoh-contoh kasus tersebut, yang di antaranya dari kitab-kitab Pentateukh, dan kitab-kitab Sejarah. Contoh-contoh tersebut penulis pergunakan  untuk mendukung argumentasi dari skripsi ini.
Kitab-kitab Pentateukh
              Penulis melihat ada beberapa kisah yang ada di dalam Kitab-kitab Pentateukh ini, yang menyiratkan tentang “berbohong demi kebaikan,” tetapi Penulis hanya membahas dari  kisah-kisah yang cukup terkenal yang ada di Kitab Kejadian dan Keluaran. Hal yang demikian bertujuan supaya pembahasannya tidak terlalu panjang, selain itu kisah-kisah yang dibahas dapat mewakili kisah-kisah yang lain yang menyangkut “berbohong demi kebaikan” yang ada dalam seluruh Kitab-kitab “Pentateukh”. Kisah-kisah berbohong demi kebaikan yang Penulis bahas di antaranya ialah kisah Abraham, Ishak, Yakub, bidan-bidan yang menolong orang-orang Ibrani melahirkan yaitu Sifra dan Pua. Kisah-kisah tersebut penulis uraikan di bawah ini.
              Abraham
              Abraham adalah bapa orang beriman, tetapi ketika Abraham pergi ke Mesir akibat kelaparan di Kanaan, Abraham dengan sengaja berbohong kepada Firaun bahwa Sarai bukan istrinya. Ia mengakui Sarai sebagai saudaranya. Pengakuan yang sama juga diajarkan oleh Abraham kepada Sarai. Siasat untuk mengatakan bahwa Sarai adalah adikku sudah disetujui ketika mereka meninggalkan rumah Terah. Betul Sarai adalah saudara Abraham (Kej. 20:12), mereka keduanya adalah anak Terah, hanya ibu mereka berlainan, tetapi ini hanya setengah dari kebenaran. Abraham telah kawin dengan Sarai, maka mereka mempunyai kedudukan sebagai suami-istri. Ucapan yang hanya setengah benar adalah bohong. Di sini Abraham menggunakan bohong “dalam bahaya”, perbuatan demikian adalah dosa juga.
            Hal kedua juga dilakukan Abraham kepada Raja Filistin, Abimelekh (Kel.20) Waktu Abraham tinggal di negeri Filistin, di daerah yang dikuasai raja negeri Gerar dekat Gaza. Ia membuat dosa yang sama seperti di Mesir. Disuruhnya Sarai berkata lagi, bahwa ia adalah saudaranya, karena takut dibunuh orang. Abraham melakukan dosa yang sama sampai dua kali, sehingga ia semakin besar kesalahannya.
            Kedua cerita itu banyak corak dan seluk--beluknya yang berbeda satu sama lain. Tempat kejadian itu berbeda, nama raja itu berbeda. Pada peristiwa pertama, Abraham diberikan kekayaan ternak dan budak sebagai harga pembelian istrinya (Kej. 12:16), pada peristiwa yang kedua, Abraham menerimanya juga ditambah dengan seribu syikal perak sebagai tanda pemulihan kesopanan dan kehormatan istrinya (Kej. 20:16). Pada peristiwa pertama Abraham berdiam diri sama sekali (Kej.12:10-20), pada peristiwa kedua, ia menjawab raja itu (Kej. 20:11). Dalam peristiwa pertama Abraham diusir dari Mesir, tetapi peristiwa kedua raja Gerar menawarkan kepadanya hak menetap (Kej. 20:15).
            Alasan Abraham berbohong demi menyelamatkan dirinya dengan mengakui istrinya sebagai adik, karena Abraham takut dibunuh. Sikap egois dan tidak mengasihi istri di mana Abraham tidak melindungi istrinya dan membiarkan istrinya rela diambil orang. Dalam hal ini berarti Abraham tidak menyerahkan perlindungannya pada Allah, tetapi ia tenggelam pada perasaan takutnya yang bisa mengancam nyawanya.
          Kisah Abraham di atas tidak boleh ditiru oleh orang percaya, penulis membahas kisah ini bukan berarti penulis setuju terhadap perbuatan Abraham yang berbohong demi keselamatnnya sendiri, namun tidak melindungi istrinya. Sikap yang harus dilakukan oleh Abraham seharusnya beriman, apalagi Allah telah berjanji akan menyertainya. Apabila Allah berjanji, Ia tidak akan mengingkarinya. Memang Abraham berbohong demi kebaikan dirinya sendiri, tetapi bukan untuk kebaikan istrinya, karena ia telah mengorbankan istrinya sendiri dengan cara merelakan istrinya diambil oleh Firaun. Hal yang demikian berarti Abraham menyuruh istrinya untuk melakukan dosa perzinahan demi keselamatan dirinya. Jadi kesalahan Abraham ialah ia tidak beriman kepada Allah, tidak melindungi istri, berbohong dan bahkan membiarkan istrinya Sarai untuk melakukan dosa berzinah.
          Kisah Abraham ini sebenarnya bukan berbohong di dalam keadaan darurat, karena Abraham sengaja merencanakannya sebelum mereka masuk ke Mesir (Kel.12:11-13). Sebagai orang percaya seperti Abraham seharusnya berbicara kepada Tuhan sebelum  melakukan sesuatu karena Tuhan akan menunjukkan jalan keluarnya, akan tetapi dalam kisah ini Abraham tidak meminta Tuhan untuk menunjukkan jalan keluar. Abraham dengan sendirinya merencanakan untuk melakukan tindakan setengah kebenaran alias berbohong.
          Etika dasar absolutisme bertingkat membenarkan bagaimana mengutamakan kewajiban yang lebih tinggi dari kewajiban yang lebih rendah. Beriman kepada Allah melebihi takut kepada manusia. Abraham lebih mengutamakan kewajiban yang lebih rendah dari kewajiban yang lebih tinggi. Abraham lebih takut kepada manusia daripada beriman kepada Allah. Padahal apabila Abraham beriman kepada Allah dan berkata jujur penulis yakin Abraham tidak akan dibunuh karena Allah sendiri sudah berjanji akan memberkati Abraham (Kej.12:2).
          Dalam kisah Abraham ini Allah melindungi Sarai, bukan berarti Allah menyetujui tindakan Abraham yang berbohong. Allah melindungi Sarai, karena Abraham dengan tindakannya yang salah itu membahayakan janji Allah, yaitu bahwa dari padanya dan dari Sarai akan timbul satu bangsa yang besar yang akan melahirkan Mesias sang Juruselamat manusia. “Dasar perjanjian ini telah ada dalam Kejadian 12:1-3, ketika Allah memanggil Abraham untuk meninggalkan negerinya, serta berjanji akan menjadikannya suatu bangsa yang besar” (Kej.1:22, 28), Allah juga berjanji  memberkati Abraham (Kej. 13:2) dan Allah membuat nama Abraham menjadi masyhur.
              Akibat kebohongan Abraham
              Abraham seorang yang percaya kepada Allah, seharusnya dalam keadaan sulit Abraham dapat meminta pertolongan kepada Allah. Abraham menghadapi persoalan ini tidak menyerahkan kepada Tuhan, tetapi mengandalkan diri sendiri dengan berencana mengatakan setengah kebenaran dan rencana itu benar-benar diwujudkannya. Walaupun Allah menolong Abraham dan Sarai, tetapi mereka menerima beberapa akibat dari perbuatan dosanya. Akibat dari perbuatannya itu, Firaun mengambil Sarai menjadi istrinya. Namun, karena pertolongan Tuhan, Firaun tidak sempat berbuat apa-apa kepada Sarai. Abraham pun harus dicela atas perbuatannya itu. Dosa Abraham mengakibatkan Firaun berdosa juga, karena Firaun mengambil Sarai ke istananya. Demikian juga kepercayaan Abraham kepada Allah gagal sejenak, oleh karena kebohongannya mengakibatkan dirinya dipermalukan dan diusir dari Mesir (Kej. 12:19-13:1). Sekalipun Abraham bertobat, kegagalan secara moral tidak dapat ditutupi.
             Ketika Firaun tahu bahwa Sarai adalah istri Abraham, Firaun mempertanyakan kepada Abraham, mengapa Abraham berbohong. Hal ini berarti  Firaun tidak melihat bahwa Abraham menunjukkan imannya kepada Allah di depan Firaun, sehingga Abraham tidak berani berkata bahwa Sarai itu istrinya. Benar yang dikatakan oleh Nico Ter Linden bahwa meskipun Abraham seorang yang disebut beriman ternyata telah dipermalukan oleh orang yang patut disebut kafir. Di sini sangat jelas bahwa Abraham tidak menunjukkan bahwa ia sebagai umat Allah yang beriman. Walaupun Abraham mencoba membela dirinya dengan menerangkan, bahwa ia berbuat demikian oleh karena takut, selain itu memang Sarai adalah saudaranya juga, dan mereka itu telah mengadakan perjanjian semacam itu sewaktu mereka meninggalkan rumah bapa mereka. Pembelaan ini sangat lemah dan tidak dapat menghilangkan atau menutup dosanya.
              Ishak
              Peristiwa yang hampir sama dengan kasus Abraham yaitu kasus Ishak anak Abraham. Ketika timbul kelaparan, maka Ishak pergi ke Gerar, kepada Abimelekh, raja orang Filistin. Ketika orang-orang di tempat itu bertanya tentang isterinya, Ishak mengatakan bahwa  "Dia saudaraku," sebab ia takut mengatakan: "Ia istriku." Ishak berpikir: "Jangan-jangan aku dibunuh oleh penduduk tempat ini karena Ribka, sebab elok parasnya."  (Kej. 26:6-7) Dalam hal itu, Ishak berdusta kepada Raja Filistin, Abimelekh (tetapi bukan Abimelekh yang dibohongi oleh Abraham), bahwa Ribka adalah saudaranya. Namun, pada suatu hari, Abimelekh melihat Ishak sedang bercumbu-cumbuan dengan Ribka, dan menyadari bahwa Ishak dan Ribka bukannya kakak beradik, melainkan suami istri.
              Setelah mengetahui tentang kebenarannya, maka Abimelekh memanggil Ishak dan berkata: "Sesungguhnya dia istrimu, masakan engkau berkata: Dia saudaraku?" Jawab Ishak kepadanya: "Karena pikirku: Jangan-jangan aku mati karena dia." (Kej. 26:9). Jadi sangat jelas alasan Ishak berbohong karena takut dibunuh. Akan tetapi Ishak dan Ribka mendapat jaminan perlindungan. Abimelekh sendiri yang memberi perintah kepada seluruh bangsa itu: "Siapa yang mengganggu orang ini atau isterinya, pastilah ia akan dihukum mati" (Kej. 26:11). Setelah itu Ishak dan Ribka tinggal di sana, mereka diberkati oleh Tuhan sehingga apa yang mereka tabur mendapat hasil seratus kali lipat. Mereka juga mempunyai kumpulan kambing domba dan lembu sapi serta anak buah yang banyak.  Ishak semakin lama semakin kaya sehingga ia menjadi sangat kaya (Kej. 26:12-14).
              Peristiwa Ishak dan Ribka tidak jauh berbeda dengan kasus yang dihadapi oleh Abraham dan Sarai. Mereka telah berbohong namun seolah-olah tidak dipersalahkan oleh Allah, malah justru ketika ketahuan bahwa mereka berbohong justru mereka mendapatkan kehormatan, dan diberkati oleh Tuhan. Hal ini merupakan anugerah dari Allah, dan tidak semua orang memperoleh anugerah ini. Ishak dan Ribka selalu diberkati oleh karena janji Allah kepada mereka, selain itu Allah menolong mereka supaya rencana-Nya tidak gagal, oleh karena dari keturunan merekalah akan lahir Mesias.

              Yakub
              Dalam kitab Kejadian dicatat tentang Yakub yang selalu ditipu oleh mertuanya Laban. Dalam hal ini juga Lea dan Rahel istri-istri Yakub tidak berkeberatan untuk meninggalkan rumah bapa mereka dan mengikuti Yakub berangkat ke Kanaan. Oleh karena itu, Yakub dan istri-istrinya memiliki alasan untuk berencana pergi dari rumah Laban secara diam-diam, mungkin hanya dengan cara inilah Yakub dan istri-istrinya dapat pergi dari rumah Laban. Selain itu, alasan lainnya ialah Lea dan Rahel marah melihat sikap bapanya, yang telah menjual mereka kepada Yakub sebagai upah perhambaannya; seakan-akan mereka budak belaka, padahal mereka sendiri tidak mendapat apa-apa.
             Jika bukan oleh karena Allah, mereka serta anak-anak mereka tidak akan mendapat apa-apa. Oleh karena Laban selalu menghambat maksud Yakub maka ketika Laban sedang menggunting bulu domba, Yakub memakai kesempatan itu, untuk lari dengan istri-istrinya dan segala ternaknya. Dalam kasus ini Yakub menggunakan kesempatan untuk melarikan diri dari Laban mertuanya. Demikian Yakub menipu mertuanya Laban supaya dapat pergi dengan mudah, kalau tidak menggunakan cara ini mungkin  mereka belum bisa pergi dari rumah Laban. Dalam kisah ini Yakub membohongi Laban demi kebaikan dirinya dan istri-istrinya.
              Yakub adalah orang yang percaya kepada Allah. Sebagai orang yang percaya seharusnya Yakub pantang menyerah untuk berusaha berbicara lagi kepada Laban. Tujuannya supaya Laban mengizinkannya untuk pergi, apalagi Allah sendirilah yang menyuruh Yakub untuk pulang ke negeri nenek moyangnya dan TUHAN juga berjanji akan menyertainya. Demikian firman TUHAN kepada Yakub: "Pulanglah ke negeri nenek moyangmu dan kepada kaummu, dan Aku akan menyertai engkau" (Kej. 31:3).  Penulis yakin, ketika Allah berkehendak,  tidak ada seorangpun yang bisa membatalkan-Nya. TUHAN dapat mengubahkan hati Laban yang demikian kerasnya untuk mengizinkan Yakub dan istri-istrinya pergi. Memang Yakub sudah ditipu oleh Laban berkali-kali, namun firman Tuhan yang baru ia dengar tentang janji Tuhan akan menyertainya seharusnya membuat Yakub menjadi yakin bahwa Tuhan akan menyertainya juga ketika ia menghadapi Laban.
            Tindakan Yakub ini tidak boleh ditiru oleh orang yang percaya kepada Allah. Walaupun Yakub adalah orang diberkati Allah, bukan berarti Allah menyetujui tindakan Yakub dalam hal berbohong. Adapun akibat dari tindakan bohong Yakub ialah ia dianggap bodoh, dan dimarahi oleh Laban. Selain itu, akibat lainnya ialah pada masa tuanya, Yakub dibohongi oleh anak-anaknya (Kej.37).      
              Sifra dan Pua
              Sifra dan Pua adalah perempuan bijaksana, perempuan yang banyak pengetahuannya tentang “segala hikmat orang Mesir” (Kis. 7:22), yang meliputi juga ilmu obat-obatan dan ilmu bidan. Bidan-bidan itu disenangi dan mendapat kepercayaan dari bangsa Ibrani. Pada suatu hari bidan-bidan itu dipanggil menghadap Firaun, dan dalam kamar rahasia raja maka bidan-bidan itu menerima tugas yang mengerikan, yaitu: memakai keahlian dan pengetahuan bidan-bidan itu di bawah perintah Firaun guna melaksanakan rancangan pembunuhannya (ay. 15-16). Sampai saat itu bidan-bidan berusaha untuk selalu menyelamatkan orang. Sekarang bidan-bidan itu diwajibkan untuk membunuh. Semua anak laki-laki Israel harus dibunuh, meskipun hal ini berarti kerugian akan tenaga kerja bagi Firaun. Hanya anak-anak perempuan saja yang boleh tinggal hidup.
               Pekerjaan untuk membunuh bayi-bayi orang Ibrani harus dilakukan secara diam-diam: bayi yang baru lahir dapat dengan gampang dibunuh. Tidak ada seorang pun yang dapat melihat, bagaimana terjadinya hal itu. Orang hanya berkata: Anak itu tidak dapat hidup, bayi itu sudah mati dalam kandungan atau mati pada waktu melahirkan. Rosin mengatakan bahwa ilmu obat-obatan yang dimiliki oleh Sifra dan Pua dapat dijadikan sebagai alat untuk berpolitik oleh Firaun dalam rangka melakukan rencananya yaitu membunuh bayi-bayi bangsa Ibrani.
              Beberapa waktu kemudian tahulah Raja, bahwa orang-orang Israel itu tetap diberkati dengan anak laki-laki. Dipanggilnya bidan-bidan itu untuk bertanggung jawab. Ketika Firaun bertanya mengapa bayi-bayi itu dibiarkan hidup, bidan-bidan itu menjawab bahwa sebelum mereka datang, bayi-bayi itu telah lahir Dengan demikian, kedua bidan itu memberikan laporan yang tidak benar karena jawaban mereka itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Bidan-bidan itu telah berbohong, mengapa perbuatan ini tidak dicela oleh Alkitab? Apa sebabnya Sifra dan Pua tidak dipersalahkan karena hal itu? Apa sebabnya Sifra dan Pua tidak dihukum, tetapi sebaliknya dipuji dan diberkati secara kelihatan? Mungkinkah Firman Allah menyetujui kebohongan?
              Menurut Sitohang, alasan Sifra dan Pua berbohong dan tidak mau menuruti keinginan Firaun, ialah karena Sifra dan Pua takut akan Tuhan. Hal yang demikian menyatakan bahwa Sifra dan Pua berbuat dengan keyakinan, kekuasaan yang sesungguhnya bukan di tangan Firaun, tetapi di tangan Allah. Selain itu, pendukung lainnya ialah: Dianne Bergant dan Robert J. Karris yang berpendapat bahwa, ketidaktaatan terhadap pemerintah, yang didorong oleh ketakutan terhadap Allah itu, pada akhirnya memperoleh ganjaran, yaitu Sifra dan Pua memiliki keturunan. Bukan hanya bangsa Israel yang terus bertambah, tetapi keturunan Sifra dan Pua juga. Ganjaran itu adalah hasil dari sikap Sifra dan Pua yang semata-mata karena iman percaya mereka kepada Allah umat Israel (Bad.Ibr 11:31, Yak. 2:25). Pendapat di atas didukung oleh kebenaran  firman Allah yang mengatakan bahwa: “Tetapi bidan-bidan itu takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka, dan membiarkan bayi-bayi itu hidup” (Kel. 1:17). Demikian Sitohang juga menyatakan bahwa Sifra dan Pua adalah orang kafir atau orang yang tidak mengenal Allah Israel, akan tetapi mereka tertahan oleh perasaan khidmat dan segan. Sifra dan Pua merasa bertanggung jawab terhadap suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada Firaun. Jadi, bidan-bidan itu takut akan Allah dengan mengenal-Nya, hormatnya terhadap hidup yang lemah itu sesungguhnya adalah hormat terhadap Allah.
              Sifra dan Pua adalah orang-orang yang diperkenan Allah, dan apa yang telah dilakukannya ialah perbuatan yang baik. Sebab Sifra dan Pua takut akan Allah lebih daripada kepada Raja Mesir. Oleh karena itu, Sifra dan Pua mau menyelamatkan anak-anak Ibrani. Bahkan Sifra dan Pua tidak memperhatikan kehormatannya sendiri: tidak ingin menjadi pahlawan-pahlawan moril bagi Firaun. Apakah hal itu berarti, bahwa orang boleh berbohong? Sekali-kali tidak! Jangan dengan sengaja menirukan Sifra dan Pua dalam hal berbohong. Hanya Allah saja yang dapat membenarkan. Allah yang membenarkan dan menguduskan perempuan-perempuan itu. Allah melihat hati Sifra dan Pua (Band. 1 Sam. 16:7). Rosin mengatakan bahwa, Allah adalah instansi yang tertinggi. Jika Allah berfirman maka tidak akan ada seorang pun yang mampu berkata-kata lagi.
              Dalam perkara Sifra dan Pua, orang percaya tidak boleh menghakiminya, karena Sifra dan Pua berbohong kepada Firaun untuk menolong orang-orang Ibrani. Allah sendiri yang memiliki keputusan terakhir dalam perkara ini. Dalam kisah ini, justru Allah memberi upah kepada bidan-bidan itu dengan berbuat baik dan memberkati mereka. Dalam terjemahan baru yaitu: “membuat bidan-bidan itu berumah tangga.”
            Usaha Firaun untuk membunuh bayi-bayi Ibrani melalui bidan Sifra dan Pua gagal. Oleh karena kegagalannya, Firaun terpaksa harus memperlihatkan mukanya yang sebenarnya dan mengambil tindakan terang-terangan. Bohongnya bidan-bidan itu tidak dapat menyelamatkan bangsa Isarel. Sebaliknya justru karena inilah Firaun itu terdorong untuk mengambil tindakan yang  makin keras. Semuanya dikerahkan, setiap orang Mesir harus turut membantu, yaitu: setiap anak laki-laki Ibrani yang baru lahir, dilemparkan ke dalam sungai Nil. Anak-anak perempuan dibiarkan hidup (Kel. 1:22). Perbuatan bidan-bidan itu akhirnya mengakibatkan tidak lain dari diperkerasnya keadaan.
            Perbuatan Firaun ini dipandang jahat oleh Tuhan sebab umat Israel telah dipilih menjadi umat-Nya. Melalui janji-Nya kepada Abraham, umat Israel ditetapkan akan menurunkan Mesias ke dunia. Dalam Perjanjian Lama Mesias belum datang, selama penantian itu, umat Israel merupakan benih rohani yang pada saatnya akan menjadi sumber berkat bagi seluruh dunia melalui Yesus Sang Mesias. Selama masa itu pula, umat Israel menjadi pusat perhatian dan pemeliharaan Tuhan sampai janji-Nya itu digenapi.
Kitab-kitab Sejarah
              Dalam Perjanjian Lama Penulis tidak hanya membahas kisah-kisah tentang “berbohong demi kebaikan” dari Kitab-kitab Pentateukh saja, tetapi  membahas juga dari Kitab-kitab sejarah. Seperti halnya yang dibahas di Kitab-kitab Pentateukh, di dalam Kitab-kitab sejarah juga Penulis hanya mengambil beberapa contoh yaitu: Kitab Yosua membahas tentang kisah Rahab, dan Kitab Samuel membahas Daud. Contoh-contoh tersebut Penulis uraikan di bawah ini.
              Rahab
              Kota Yeriko adalah suatu rintangan yang hebat terhadap gerak maju Israel, dan kota itu perlu ditaklukkan sebelum daerah yang lain dapat direbut. Karena itu, salah satu tindakan pengukuhan Yosua adalah mengutus dua orang pengintai untuk mengintai kota itu. Ketika kehadiran kedua mata-mata ini dilaporkan kepada raja Yerikho, mereka akan ditangkap kalau Rahab tidak menawarkan jalan keluar dan menyembunyikannya. Rahab berhasil mengalihkan perhatian para pengejar pengintai-pengintai itu, dan akhirnya kedua pengintai itu dapat kembali ke perkemahan lalu memberikan laporan kepada Yosua.        
              Bagi orang-orang Israel yang saleh, Rahab ialah seorang tokoh yang tidak pantas dikagumi. Hal ini disebabkan tiga alasan. Alasan  pertama ialah, Rahab  seorang wanita; bagi bangsa Israel seorang wanita adalah seorang warga negara kelas dua dalam sistem sosial. Alasan kedua, Rahab seorang kafir, seorang anggota masyarakat yang hanya pantas untuk dikutuk dan dikucilkan Alasan ketiga, Rahab seorang perempuan sundal; profesi yang dijalaninya sehari-hari adalah profesi tidak terhormat, bahkan sampai saat ini profesi tersebut masih dianggap hina. Walaupun Rahab seorang tokoh yang tidak patut dikagumi, tetapi tindakannya untuk menyambunyikan pengintai-pengintai Israel itu membuat ia patut dikagumi oleh bangsa Israel, karena Rahab tidak berpihak kepada raja Yerikho, melainkan Rahab berpihak kepada bangsa Israel yang akan memusnahkan kota Yerikho dan penghuninya.
              Rahab memilih tindakan untuk menyembunyikan pengintai-pengintai Israel dengan cara berbohong karena ada beberapa alasannya. Alasannya ialah: Rahab tidak memiliki alternatif lain selain berbohong untuk menyelamatkan hidup dua orang mata-mata Yahudi di Yerikho (Yosua 2). Rahab berbohong utuk menyelamatkan dalam suasana darurat. Alasan lain ialah, Rahab memperlihatkan iman dan penyerahannya kepada Allah meskipun Alkitab secara khusus memperkenalkannya sebagai perempuan sundal. Selain itu, Rahab juga tidak sepenuhnya memahami peraturan-peraturan dalam Hukum Musa yang dimiliki oleh bangsa Israel yang menyatakan bahwa dilarang untuk bersaksi dusta.  Rahab juga berbohong dan mengalihkan imannya kepada Tuhan oleh karena dirinya, ayah, dan ibunya serta saudara-saudaranya ingin tetap hidup. Mungkin kalau Rahab tidak berusaha menyelamatkan pengintai-pengintai Israel dan beriman kepada Tuhan, maka Rahab dan seluruh keluarganya juga akan mati bersama-sama dengan orang-orang Yerikho lainnya.
              Firman Tuhan mengatakan: “Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik” (Ibr. 11:31) dan “...bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain?” (Yak. 2:25). Rahab diselamatkan dan kemudian Rahab menjadi contoh bagaimana Allah menyelamatkan orang pecaya  meskipun bukan bangsa Israel. Selain itu juga dicatat bahwa Mesias lahir dari keturunan Rahab, “Salman memperanakkan Boas dari Rahab,…” diyakini bahwa Rahab menjadi seorang leluhur Kristus.
              Kline mengatakan bahwa, Perjanjian Baru memuji Rahab, bukan karena kepalsuannya, melainkan karena imannya kepada Allah, walaupun ia tidak memahami peraturan-peraturan Hukum Musa dengan sepenuhnya. Rahab berbeda dengan orang yang percaya atau orang yang memahami firman Tuhan. Orang yang memahami firman Tuhan tidak boleh dengan sengaja mencontoh Rahab dalam hal berbohong. Tanpa Rahab berbohong pun, sebenarnya Allah dapat  melindungi pengintai-pengintai itu. Hal itu pula yang dikatakan oleh Bakker demikian, “Tuhan dalam kekuasaan-Nya yang tinggi campur tangan dalam sejarah dengan maksud untuk melaksanakan rencana-Nya dan menggenapi janji-Nya.”
              Berbohong tidak boleh dilakukan karena perbuatan dosa, namun perlu disadari bahwa bukan hanya Rahab saja yang berbuat dosa, tetapi juga orang yang memahami peraturan-peraturan Hukum Musa dengan sepenuhnya, masih berbuat dosa. Lebih dapat dimaklumi, Rahab berbuat dosa karena tidak sepenuhnya memahami Hukum Musa atau firman Tuhan. Bagaimana dengan orang yang sudah memahami Hukum Musa, namun dengan tidak dapat menghindari  perbuatan dosa? Semua manusia, termasuk orang yang sudah memahami firman Tuhan sudah jatuh ke dalam dosa, dan tidak dapat melakukan perbuatan yang sempurna dihadapan Allah. Tidak seorang pun dapat menghindari dosa dengan sepenuhnya. Walaupun orang percaya sudah jatuh ke dalam dosa bukan berarti,  boleh dengan sengaja berbuat dosa. Pada prinsipnya orang yang percaya sedapat mungkin tetap melaksanakan perintah TUHAN.

              Daud
              Daud adalah raja Israel yang kedua setelah raja Saul. Saul melakukan tindakan-tindakan yang tidak berkenan kepada Allah sehingga akhirnya Saul ditolak. Setelah penolakan atas Saul, Allah memberi tugas kepada Samuel untuk mengurapi pengganti yang terpilih (1 Sam. 16). Oleh karena Saul masih memerintah dan Samuel harus mengangkat raja Baru, maka Samuel bertindak secara rahasia.  Ketika Daud memperoleh kemenangan dan sanjungan lagi, Saul geram, lalu melemparkan tombaknya pada Daud dengan maksud membunuhnya. Satu-satunya jalan yang terbuka bagi Daud adalah melarikan diri dan dengan demikian dimulailah serangkaian pengembaraan yang berlangsung selama beberapa tahun. Pelariannya dibantu oleh istrinya, Mikhal, yang menipu utusan Saul dengan cara menaruh boneka di tempat tidur Daud, sehingga ia tidak mudah tertangkap (1 Sam. 19).
              Setelah meninggalkan Nob, Daud berjalan ke arah barat-daya menuju Gat, yang menjadi markas orang Filistin. Di sana Daud mencari perlindungan pada Raja Akhis, dengan cara menyamar. Akan tetapi, para pegawai Akhis mengenal Daud dan mereka  menyebutnya “raja” (1 Sam 21:11), mungkin karena prestasi militernya, atau mungkin juga karena mereka mengetahui kisah Daud yang diurapi oleh Samuel. Sebagai tanggapan atas informasi itu, Akhis memenjarakan Daud, dan kemungkinan hendak membinasakannya. Daud menghadapi situasi ini dengan berpura-pura tak waras secara meyakinkan sekali. Thomas Holdcroft mencatat bahwa, menurut tradisi, istri dan anak perempuan Akhis itu tidak waras, karena itu dengan senang hati raja Akhis melepaskan Daud yang dianggapnya gila, sehingga Daud selamat.
              Daud adalah seorang tokoh yang takut akan Tuhan, tetapi ia mengalami situasi yang sangat pelik, maka ia berusaha dengan caranya sendiri yaitu dengan cara perpura-pura jadi orang yang tidak waras. Sikap pura-pura yang dilakukan oleh Daud merupakan “berbohong demi kebaikan”. Daud berbohong demi kebaikan dirinya sendiri, dengan tujuan supaya tidak dibunuh. Mungkin inilah cara yang paling tepat, supaya Daud selamat. Tidak mungkin juga Daud hanya berdiam diri saja dan menunggu untuk dibunuh. Dalam situasi yang sangat pelik seperti yang dialami oleh Daud ini, diperlukan suatu cara atau usaha supaya dapat selamat. Dalam situsi di kerajaan yang dikuasai oleh raja Akhis atau berada di wilayah musuh Israel yang semua orang di kerajaan itu mengenali siapa Daud, membuat Daud sulit untuk keluar. Walaupun Daud lolos dari penjara dan berusaha melarikan diri, pasti ia akan segera ditemukan, dan kemudian ditangkap lagi, bahkan langsung dibunuh. Hal ini mungkin sudah menjadi pertimbangan-pertimbangan Daud, sehingga ia menemukan cara yaitu berpura-pura jadi orang gila supaya dikeluarkan dari penjara dan juga tidak dibunuh. Melalui cara yang demikianlah maka Daud selamat dari ancaman raja Akhis.  
Berbohong dalam Perjanjian Baru
              Dalam Perjanjian Baru ini penulis juga memaparkan kasus berbohong demi kebaikan tentang kisah Petrus yang menyangkal Tuhan Yesus dan perbandingannya tentang kisah Ananias dan Safira. Kisah Ananias dan Safira ini tentang berbohong yang sebenarnya. Tujuan penulis memaparkan kebohongan yang seperti ini yaitu: penulis akan membandingkan kasus-kasus berbohong demi kebaikan dan berbohong yang sebenarnya.
Perbandingan berbohong demi kebaikan dan berbohong yang sebenarnya
              Petrus adalah salah satu dari kedua belas murid Yesus. Ketika Yesus ditangkap, Petrus mengikuti Yesus dari belakang hingga sampai di halaman rumah Imam Besar. Pada saat Petrus duduk di sana, maka datanglah seorang hamba perempuan kepadanya, katanya: "Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Galilea itu."Tetapi Petrus menyangkalnya di depan semua orang. Demikian juga ketika ia pergi ke pintu gerbang, seorang hamba lain melihat dia dan berkata kepada orang-orang yang ada di situ: "Orang ini bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu." Petrus menyangkalnya lagi dengan bersumpah dan menyatakan bahwa dirinya tidak mengenal-Nya (Mat. 26:69-72).
              Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: "Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu."Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: "Aku tidak kenal orang itu." Dan pada saat itu berkokoklah ayam. Maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya, (Mat. 26:73-75). Apa yang dikatakan Petrus tentang Yesus bahwa ia  tidak mengenal-Nya, ia tidak selalu bersama-sama dengan-Nya merupakan ketidakbenaran. Petrus sebenarnya mengenal, bahkan Petrus adalah murid Yesus yang selalu bersama-sama dengan-Nya. Petrus berbohong dengan alasan  karena takut ditangkap atau dibunuh.
              Petrus tidak terlalu dipersalahkan karena, setelah Petrus menyadari bahwa dirinya telah menyangkal Yesus maka ia bersedih, menyesal, dan akhirnya mengalami pertobatan. Bahkan setelah Yesus naik ke surga ia dipakai oleh Tuhan secara luar biasa untuk memberitakan Injil-Nya. Selain itu, Petrus adalah salah seorang  dari dua murid (Yoh. 18:15) yang mempunyai keberanian untuk mengikuti  Yesus sampai ke halaman rumah Imam Besar. Petrus jatuh ke dalam pencobaan itu yang memang hanya terjadi  bagi seorang pemberani. Seorang berani biasanya mengalami lebih banyak risiko daripada seseorang yang hanya mencari keamanan yang tenang. Pertanggungan kepada pencobaan adalah harga yang dibayar seseorang apabila ia berkelana dalam pikiran dan perbuatan. Adalah lebih baik untuk jatuh dalam suatu usaha yang gagah daripada lari atau sama sekali tidak mencobanya. Langkah bijaksana yang biasa diambil adalah bahwa Petrus seharusnya bersembunyi. Tempat  yang  sebaiknya  jangan didatangi  pada  malam  itu adalah  halaman rumah
Imam Besar. Tetapi justru ke tempat itulah Petrus pergi, inilah tanda keberaniannya.
              Berbeda dengan kisah Petrus, kalau Petrus berbohong karena alasan usahanya untuk mengikuti Yesus, dan dalam situasi terdesak yang membuatnya harus berbohong karena takut ditangkap atau dibunuh. Namun Ananias dan Safira berbohong oleh karena tidak takut akan Tuhan. Ananias dan Safira memang sudah sepakat untuk berbohong, kemungkinan mereka ingin mencari kehormatan di Jemaat. Pasangan suami isri ini menjual tanah miliknya, dengan tujuan bahwa uang hasil penjualan tanah tersebut akan diletakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya. Ananias dan Safira bersepakat menahan sebagian dari hasil penjualan itu, dan sebagian lagi diletakkan di depan kaki rasul-rasul. Kesepakatan untuk menahan sebagian uang itu merupakan sikap tidak jujur yang dilakukan Ananias dan Safira terhadap Rasul-rasul dan jemaat.
              Peristiwa Ananias dan Safira menggambarkan cobaan yang menimpa anggota-anggota yang kurang rohani. Bahwa pemilikan bersama harta benda adalah semata-mata sukarela, selama tanah itu tidak dijual, itu tetap kepunyaannya. Ananias dan Safira berdosa bukan karena menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu, tetapi sebab berlaku seolah-olah apa yang mereka serahkan ke rasul-rasul adalah hasil penjualan sepenuhnya. Dan berdusta kepada jemaat dianggap berdusta kepada Allah Roh Kudus (Kis. 5:1-16). Ananias dan Safira yang berdusta untuk kepentingan mereka sendiri, akhirnya harus menerima akibatnya, yaitu mati dengan cara yang memalukan.

3 komentar:

  1. Terimah kasih banyak artikel ini sangat membuka wawasan dan pengetahuan kami.

    BalasHapus
  2. Spin Casino Site Review – Play Live Slots for Real Money
    Spin Casino was launched in 2009, luckyclub the first casino owned by Microgaming, a prominent casino and a popular gambling brand. After their success

    BalasHapus
  3. Wynn Casino & Hotel - Mapyro
    Find Wynn Casino & 충청북도 출장안마 Hotel, Las 순천 출장안마 Vegas, 익산 출장마사지 NV, United States, reviews on MapYRO. 오산 출장안마 Hotel 인천광역 출장마사지 Wynn Hotel Las Vegas, NV, United States.

    BalasHapus